Thursday, 19 September 2013

Somewhere in Paradise


My dearest friend,
It’s September 19th again.
A special day to reminiscing on the past, remembering our chats, humming our songs and uttering a prayer.
A time to let the tears and raindrop run down on my cheek and feel its warmth.
A perfect fusion which garnish the white rose garden with joy and sorrow, black and white, bitter and sweet, cry and laugh.
A moment to splay my heart before God, letting He sees the pain and how it bleeds through its petal.

My sweet,
I always long to see your childish smile and miss you most for the stupid and funny things we’ve ever had.
And knowing this day is a day when you left those two beautiful girls…
And yes, somehow you left me too (oh God)
I wish….

Wishing I had been there to listen to your thoughts that you never revealed to them. 
Wishing I had been there to note your last wise words for our starlets. 
Wishing I had been there to hold you up, pacify your mind, kiss your ear and….
Whispering …..
‘God loves you. Please save the seats next to you for we’re coming home, soon’. 

My star,
I told God so today how I am so grateful for had had you
How you’d painted my soul, embellished my mind, engraved my days with precious memories…
How you’d had blessed me with tender smile and untold care.

This feeling will remain the same.
 The rose will stay still, white, soft and never withers away by the first or last breath.
(Oh, I have to admit it, how I am longing to hear your voice)
A time to talk…
Just me and you, somewhere in Paradise.
/hennysembiring/tribute to a star: 190909-190913


We miss you most at Christmas time...

Wednesday, 6 March 2013

SEPATU TANPA NOMOR



Apakah saksi atau pelaku, sungguh perannya masih kelabu
Dagunya terangkat ragu lalu tertunduk malu
Menancapkan mata kepada sepatu hitam
Oh bukan, itu abu-abu!
Bukan irisan mata gagal menentukan warna
Tapi waktu terlalu serakah mengaburkan pigmennya

Ada niat memberitakan kebohongan dan membangun ketegaran
Bersandiwara bahwa hidup adalah indah dan mudah
Bahwa airmata tidak berarti apa-apa
Saat bersanding dengan nikmat yang disajikan dunia
Bahkan surga kehilangan pesona 

Terantuk kakinya di pantai itu, punggungnya membungkuk…lalu jongkok malas
Tidak ada nafsu
Tidak ada kemauan menapak
Tidak ada harap bergerak!

Kemudian duduk membuang diri
Perlahan sekali diusapnya alas kaki
Sepatu abu-abu
Bisu...

Berkata lirih pada saksi, jauh dari sentuhan jiwa
Berbisik lemah pada pelaku, jauh dari ingin tahu
Berapa lamakah jatah hidup?

Ditariknya kaki kanan dari cengkeraman sepatu usang
Ditengoknya ke dalam, lalu meniup butir pasir yang memaksa masuk menghuni

Dihelanya nafas, tertarik berat dan enggan

Ditariknya kaki kiri untuk mendekat ke kaki kanan
Melongok sepatu, meniup lagi dan menghela nafas lebih dalam

Lalu tersenyum melemparkan mata mengikuti gerakan biduk tua di laut lepas
Entah sadar atau perlu
Atau sekadar lampiaskan duka kalbu

Silau mentari sore hentakkan lamunan, kembali memandang saksi
Sepintar apakah kulit itu menyimpan memori tentang pelaku aksi?
Sekuat apakah sol sepatu menahan kepahitan pemilik hati?
Sekeras apakah warna sepatu untuk merefleksikan kegundahan nurani?

Dibalikkannya sepatu itu
Mencari petunjuk kekuatan menampung memori
Tiada dia temukan apa-apa
Nomornya sirna, kadar garam air laut mengikisnya
Sepatu itu tanpa nomor dan butut rupanya!

 (hennysembiring: //ayat pasir dalam sepatu,  March 5th,  2013)

Kuta, Bali, 1st July, 2012


Tuesday, 5 March 2013

AJARI AKU


Tidak pernah ada dalam rencanaku, hati akan bergetar memandangmu.
Tidak pernah terlintas dalam pikiranku, dirimu akan menguasai ingatanku.
Sejak mataku terbuka menyapa pagi, hingga malam tutup menjemput bumi.

Tidak kuinginkan jatuh cinta lagi
Tidak kubutuhkan belahan jiwa menemani
Kesimpulan cinta sudah dimateraikan
Bahwa anjing lebih mengerti dan sayang

Mengenal dirimu adalah awal perjalanan baru
Mampu melunturkan kesimpulan itu
Dan atas nama persahabatan, kujabat erat tanganmu
Atas nama kasih, aku menautkan hati biru
Dan seiring waktu, aku tergantung di pesonamu

Aku pikir, kamupun merasakan kentalnya rasa itu
Yang dengan waktu, berubah wujud menjadi harapan dan cinta
Aku terlalu yakin, kamu mengerti dan memahami ritme jiwaku
Sampai pada satu titik...
Ketika aku berkata “Aku rindu padamu” dan kamu menjawab “terima kasih”
Alam sadar sentakkan raga, rasa kita tidak sama
Ritme kita berbeda

Oh mimpiku!
Ma’afkan aku.

Aku kembali kepada kesimpulan awal, sudahlah…berhenti sampai di sini.

Duhai hujan tercurahlah ke bumi….
Ajari aku mengekang diri untuk menatap liriknya, berhenti menjelajahi kenangan yang ada.
Ajari aku mengurangi berkirim berita, bantu aku mampu kembali tertawa
Ajari aku untuk tidak terlalu peduli, biarkan hatiku beku tanpa rasa
Ajari aku untuk hidup membenci cinta
Sebab cinta adalah duka!



hennysembiring://tertulis pada sudut kegelisahan_1 Maret 2013, 11.05 pm